Kehamilan adalah anugerah tuhan yang besar dan sangat didamba oleh pasangan suami istri. Lalu bagaimana pandangan Moms tentang terminasi kehamilan atau penghentian kehamilan? Terminasi pada kehamilan memang selalu mendapat pandangan buruk di masyarakat. Lalu bagaimana jika kehamilan justru membuat sang ibu terancam nyawanya? Simak ulasan berikut ini.
Syarat dan Dampak Dari Terminasi Kehamilan
Terminasi memang bisa menyebabkan hilangnya nyawa si janin secara sengaja. Padahal bayi dalam kandungan memiliki hak untuk hidup. Kehamilan memang akan menyenangkan untuk pasangan suami istri yang telah menikah, lalu bagaimana dengan mereka yang menjadi korban pemerkosaan? Atau bagaimana jika janin di dalam kandungan adalah bayi kembar siam?
Walaupun dianggap hal yang buruk, terminasi kehamilan sebenarnya juga dilakukan terpaksa demi keselamatan ibu dan janin. Dokter pun akan mempertahankan sang ibu dari pada si janin, karena jika ibu selamat, ibu dapat kembali mengandung. Namun Moms juga harus tahu, hanya dalam kondisi tertentu saja terminasi boleh dilakukan.
BACA JUGA: Kenali Jenis-Jenis Hipertensi dalam Kehamilan dan Bahayanya, Moms!
Kondisi yang Membolehkan Dilakukannya Terminasi Kehamilan
Sebelumnya, apa itu Terminasi ? Terminasi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh medis untuk mengakhiri kehamilan sebelum waktunya. Terminasi bisa menghilangkan nyawa janin yaitu aborsi atau tanpa menghilangkan nyawa berupa induksi kehamilan untuk merangsang bayi keluar ketika tidak ada kontraksi setelah 37 minggu.
Selain itu, ada beberapa kondisi yang memperbolehkan dilakukannya terminasi atau aborsi, yaitu ketika ibu memiliki penyakit jantung berat, kasus pemerkosaan, bayi kembar siam, janin cacat yang apabila lahir hanya mampu hidup dalam hitungan hari dan janin yang cacat permanen.
Metode Dalam Terminasi Kehamilan (Aborsi)
Pada aborsi yang dilakukan pada minggu ke 7, yaitu dengan pemberian methotrexate dan misoprostol. Sehingga akan meluruhkan embrio dalam rahim. Jenis aborsi ini dilakukan pada kehamilan ektopik yang dapat mengancam nyawa sang ibu. Namun dokter akan melarang aborsi ini jika sang ibu memiliki penyakit dalam, kejang, mengalami anemia berat dan hipersensitif terhadap misoprostol.
Pada aborsi yang dilakukan pada minggu ke 10, yaitu menggunakan obat mifepristone dan misoprostol. Aborsi ini juga tidak boleh dilakukan jika kondisi ibu kehamilan ektopik, hipersensitif terhadap mifepristone dan misoprostol, pendarahan, memiliki penyakit dalam dan menggunakan KB IUD. Adapun efek samping dari misoprostol yaitu mual, muntah, sakit kepala, diare, demam, pusing dan panas dingin.
Dampak Negatif Terminasi Kehamilan
Di Indonesia sendiri, aborsi adalah tindakan ilegal dan sudah diatur dalam undang undang. Aborsi boleh dilakukan jika menyangkut keselamatan nyawa ibu dan bagi korban pemerkosaan. Terminasi Kehamilan menurut islam juga dianggap tidak baik. Selain dianggap melanggar norma, aborsi sendiri memiliki dampak buruk bagi sang ibu.
Akibat dari aborsi sendiri yaitu dapat menyebabkan kerusakan pada leher rahim, penggunaan peralatan medis juga bisa menyebabkan infeksi, pendarahan hebat yang disebabkan karena robeknya leher rahim, kehabisan darah yang dapat berujung kematian serta resiko terkena kanker serviks, hati dan payudara.
Selain berdampak buruk pada fisik, terminasi juga bisa berdampak bagi psikologis seperti perasaan bersalah , depresi, trauma, perasaan menyesal. Itulah mengapa terminasi kehamilan atau aborsi dilarang kecuali untuk keadaan yang sangat mendesak sekali.
Oleh karena itu, untuk Moms yang sedang hamil atau sedang merencanakan kehamilan, diharapkan bisa merencanakan kehamilan dengan baik dan menjaga kandungan dengan baik pula agar tidak terjadi terminasi kehamilan. Terminasi Kehamilan dapat berdampak buruk baik untuk kesehatan fisik maupun batin. Agama juga melarang aborsi kecuali demi menyelamatkan nyawa sang ibu.